PAMEKASAN HEBAT – Hari Jadi Ke-490 Kabupaten Pamekasan benar-benar menjadi momentum segenap jajaran aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Pamekasan dalam berupaya mengambil hikmah atas perjuangan yang dilakukan oleh pendiri kadipaten ini. Berbagai kegiatan digelar, baik yang bersifat internal, maupun yang melibatkan publik di kota batik ini.
Jika dalam konteks negara disebutkan bahwa “Negara Yang Besar adalah Negara Yang Menghargai Jasa-jasa Para Pahlawannya“, maka dalam konteks Kabupaten Pamekasan adalah yang menghargai perjuangan dan pengabdian pendiri serta penggagas berdirinya kabupaten ini. Panembahan Ronggosukowati merupakan sosok yang sangat berjasa dalam membentuk sebuah kadipaten di Pamekasan.
“Mekkas Jatna Paksa Jenneng Dibi‘” yang artinya dengan kemampuan sendiri dan didukung oleh masyarakat dalam menjalankan pemerintahan, dan menjadi jargon tertulis pada lambang kabupaten ini, menunjukkan bahwa kerja sama dan gotong merupakan pondasi awal terbentuk Pamekasan. Kebersamaan antara pemerintah dengan rakyat, atau ulama dengan umara’ merupakan cikal bakal terbentuk Pamekasan.
Pola kalaboratif, saling mendukung, saling menguatkan, serta saling memperhatikan antar berbagai elemen yang pada akhirnya kadipaten ini bisa mandiri, bebas dari belenggu dan kungkungan kekuasaan wilayah lain. Dalam konteks ini, panembahan Ronggosukowati selaku pendiri, nampaknya menyadari betul, bahwa potensi kecil, akan tetapi bisa dirangkul sedemikian rupa, bisa membentuk kekuatan yang luar biasa.
Dan pada kenyataannya, kabupaten yang memiliki luas wilayah 79.230 hektare, yang kini terdiri dari 13 Kecamatan dengan jumlah 178 desa dan 11 kelurahan memang tidak memiliki potensi sumber daya alam lebih dibanding kabupaten lain, seperti Kabupaten Sumenep, dan Bangkalan, termasuk Kabupaten Sampang. Jika di tiga kabupaten ini (Sumenep, Sampang, dan Bangkalan) memiliki sumber minyak, seperti di Pagerungan untuk Kabupaten Sumenep, Pulau Mandangin untuk Kabupaten Sampang, dan di Kecamatan Kokop untuk Kabupaten Bangkalan, sumber minyak yang ada di Pamekasan, yakni di Desa Kertagena Tengah, Kecamatan Kadur, tidak bisa diekploitasi, karena sumber sangat kecil, dan hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Dari sisi objek wisata, Pamekasan juga belum memiliki objek wisata yang memadai dan dikenal luas masyarakat, kecuali wisata religi di Batuampar, Kecamatan Proppo. Kalaupun ada objek wisata pantai seperti di Pantai Talang Siring di Desa Montok, Kecamatan Larangan, serta Pantai Jumiang di Desa Tanjang, Kecamatan Pademawu, levelnya masih pada tingkat lokal, yakni hanya banyak dikunjungi oleh masyarakat setempat.
Namun demikian, meski dari sisi potensi sumber daya alam tidak sebanding dengan tiga kabupaten lain yang ada di Pulau Madura, kabupaten yang terdiri dari dataran rendah pada bagian selatan dan dataran tinggi di wilayah tengah dan utara dengan kemiringan lahan tidak lebih rendah dari 2%, dan secara astronomis berada pada 6°51’–7°31′ Lintang Selatan dan 113°19’–113°58′ Bujur Timur ini, mampu memainkan peran penting dalam konteks tata kelola pemerintahan.
Pamekasan menjadi kabupaten mandiri, bebas dari tekanan kabupaten lain, dan dalam perkembanganya justru menjadi pusat pemerintah di Pulau Madura, sebagai karesidenan. Letak strategis Pamekasan yang berada di tengah-tengah Pulau Madura, disamping kemampuan sumber daya manusia (SDM) para pemangku kebijakan, menjadi pertimbangan tersendiri, menjadikan Pamekasan sebagai pusat pemerintahan di Pulau Garam ini.
Kemampuan manajerial para pemangku kebijakan, sejak Panembahan Ronggosukowati hingga para pemimpin berikutnya, menjadikan kabupaten ini selalu lebih unggul dan menjadi pertimbangan tersendiri. Kemampuan mengoranisir kelemahan menjadi kekuatan yang bertumpu pada prinsip saling melengkapi, saling merangkul, dan saling membantu, tersirat kuat dari sejumlah jargon dan tagline yang melewat dalam setiap periode kepemimpinan.
“Madu Ganda Mangesti Tunggal” yang dinisbahkan pada pengertian bahwa “Madura Yang Harum dan Ikut Serta Mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia” sebagaimana tertulis pada lambang kabupaten ini, seolah menjadi komitmen dan penegasan, bahwa Pamekasan bukan hanya untuk kabupaten yang memiliki 13 kecamatan saja, akan tetapi, juga untuk tiga kabupaten lain yang ada di Pulau Madura. Pesan eksplisit dari “Madu Ganda Mangesti Tunggal” ini menegaskan bahwa kepentingan tata kelola pemerintahan Pamekasan adalah untuk masyarakat Madura.
Inklusivitas komitmen dalam tata kelola pemerintahan melalui jargon inilah sejatinya merupakan representasi dari gambaran umum masyarakat, yakni terbuka, dinamis yang bertumpu pada kekuatan politik yang mengakomidir semua elemen. Dan faktanya, di Pamekasan memang tidak ada kekuatan yang dominan, karena dominasi di kabupaten ini terbentuk atas kebersamaan, yang merupakan gabungan dari berbagai elemen yang ada.
Hari Jadi Ke-490
Tepat pada tanggal 3 November 2020, Kabupaten Pamekasan memperingati hari jadinya ke-490, dan hari jadi kabupaten ini didasarkan pada penobatan Raja Islam Pertama Pamekasan Panembahan Ronggosukowati sebagai pemimpin Pamekasan yang dinobatkan pada 3 November 1530.
Momentum ini, tentu tidak hanya sebatas rutinitas tahunan belaku, akan tetapi menjadi momentum dalam mengevaluasi dan menanamkan kembali semangat juang para pemimpin terdahulu dalam membangun dan memajukan Pamekasan. Identitas Pamekasan sebagai kabupaten yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, serta semangat untuk melestarikan budaya leluhur, dicoba digali dalam momentum ini.
Kendatipun dalam kondisi yang serta terbatas akibat wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), beragam kegiatan tetap digelar di momentum penuh makna dan bernilai sejarah ini.
Menyelenggaran beragam kegiatan bernuansa Madura, seperti sidang istimewa berbahasa Madura, upacara berbahasa Madura dan menggunakan pakaian adat Madura, merupakan salah satu kegiatan yang dipandang perlu untuk tetap dilestarikan, mengingat sebagian masyarakat Madura, termasuk Pamekasan sudah banyak yang kurang mengenal seni budaya dan tradisi baik para leluhurnya.
“Harapan kami, momentum ini tidak sekadar menjadi momen tahunan saja, akan tetapi bagaimana menggali makna, mensyukuri dan melestarikan nilai-nilai baik yang pernah dilakukan oleh pendiri kabupaten yang kita cintai ini,” kata Bupati Pamekasan Baddrut Tamam dalam sebuah kesempatan.
Dalam pandangan Baddrut Tamam, masa lalu adalah titik tumpu dan referensi dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik, bernilai guna dan tepat guna. Prinsip “Almuhafadzatu alal qodimis soleh wal ahdu bil jadidil ashalah, atau merawat tradisi masa lalu akan tetapi bernilai baik dan memperhatikan atau mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik” merupakan prinsip dasar yang diinginkan menjadi pijakan segenap apatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Pamekasan.
Corak pemikiran moderat yang berpijak pada pandangan new modernisme sang pemimpin muda ini, tentu bukan tanpa alasan. Sebab faktanya bangsa ini memang terbangun berkat ikhtiar kuat pada pejuang dan pendiri terdahulu.
Spirit Pamekasan Hebat
“Pamekasan Hebat”, yakni Pamekasan radjha, bajhra tor parjhuga yang coba dibangun oleh kepemimpinan Bupati Baddrut Tamam dan Wakilnya Raja’e selama memimpin kabupaten yang didirikan oleh Panembahan Ronggosukowati ini.
Melalui tagline ini, “RBT” sapaan akrab Bupati Baddrut Tamam, mencoba untuk menanamkan sikap dan pandangan optimistis bagi khalayak Pamekasan, akan masa depan kabupaten ini yang lebih baik, dan berdaya guna. Melalui tagline ini pula, aparatur sipil negara (ASN), didorong untuk bisa mewujudkan cita ideal yang diinginkan, yakni menjadi hebat.
Bagi sebagian orang, istilah “hebat” cenderung berkonotasi kepada kemewahan, prestasi yang luar biasa, dan serba sempurna, dalam artian tidak ada kekurangan atau yang perlu dikritik. Pandangan semacam itu tentu tidak salah, karena persepsi dan cara berpikir memang selalu didasarkan pada cara pandang dan segala sesuatu yang melatar belakanginya.
Namun bagi Baddrut Tamam dan Raja’e, “Pamekasan Hebat” lebih pada upaya mewujudkan tata sosial masyarakat yang bertumpu pada nilai-nilai kebaikan, kebenaran, toleransi, mendorong terciptakan kesejahteraan sosial secara sistemik, dan mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islam-an dalam konteks politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berlandaskan pada kesetaraan dan kesamaan hak.
Usaha dan hasil adalah dua hal yang berjalan seirama, sehingga pernyataan yang sering disampaikan dan sekaligus dijadikan motivasi bagi aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Pamekasan adalah “tidak ada hasil yang luar biasa jika hanya dilakukan dengan usaha yang biasa-biasa saja”.
Semangat itulah yang terus digali, dan tema Hari Jadi Ke-490 Kabupaten Pamekasan “Pamekasan Reborn, Makmur Desaku, Pamekasan Hebat” sebagai upaya untuk membangkitkan semangat baru tentang cita ideal Pamekasan sebagaimana yang pernah dilakukan Panembahan Ronggosukowati dalam membangun dan mengelola pemerintahan di Kabupaten Pamekasan. (PAMEKASAN HEBAT)
Baca Artikel Populer Lainnya di Bulan November 2020 Ini
- “Sepeda Ondel”, Layanan Inovatif Pamekasan di Tengah Pandemi COVID-19
- Menggugah Semangat “Pamekasan Hebat” di Hari Jadi Ke-490 Pamekasan (1)
- Menggugah Semangat “Pamekasan Hebat” di Hari Jadi Ke-490 Pamekasan (2)
- Menggugah Semangat “Pamekasan Hebat” di Hari Jadi Ke-490 Pamekasan (3)
- Menggugah Semangat “Pamekasan Hebat” di Hari Jadi Ke-490 Pamekasan (4)
Baca Juga Artikel Bulan Sebelumnya:
- Ikhtiar Memulihkan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19
- Pemberi Beasiswa Santri Penghafal Alquran itu Terima Agerah 2020
- Branding Batik Pamekasan Akhirnya Menginspirasi Pemerintah Pusat
- MTQ: Upaya Membentuk Generasi Qur’ani di Tengah Pandemi COVID-19
- PKI dan Kesaktian Pancasila dalam Kenangan Baddrut Tamam
- Ikhtiar Pamekasan Menuju Kabupaten Bebas Korupsi
- Menggugah Pengabdian ASN dalam Spririt Pamekasan Hebat
- Peran Media dalam Membangun Pola Pikir Positif
- Mendorong Penguatan Ekonomi Desa melalui “Cerdas Bertani”
- Memulai Tangan Baru dengan Jadi Penjahit