PAMEKASAN HEBAT – Buku tentang sejarah dan napak tilas Ketua Umum HMI Lintas Periode, yakni Periode 1994-2020 Komisariat Al-Khairat diluncurkan pada Milad Ke-74 organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 5 Februari 2021, sebagai upaya untuk mengingatkan peran kader terdahulu organisasi ini.
Wartawan Koran Harian Radar Madura Moh Ali Muhsin yang merupakan kader organisasi ektra kampus yang didirikan Lafran Pane pada 5 Februari 1947 tersebut merupakan penulis buku itu.
Buku berjudul “Sejarah HMI Al-Khairat dan Napak Tilas Ketua Umum Lintas Periode 1994-2020” ini menyajikan perjalanan HMI Komisariat Al-Khairat, sejak pertama didirikan hingga saat ini, serta perannya dalam bidang keummatan dan kebangsaan.
“Penerbitan ini merupakan bentuk implementasi dari peran HMI sebagai organisasi kader,” katanya dalam keterangan persnya yang disampaikan kepada pamekasanhebat.com, Minggu (7/2/2021).

Peluncuran buku yang digelar di kediaman Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman ini juga bertepatan dengan acara rutin bulanan Majenis Rayon (MR) KAHMI Al-Khairat.
Muhsin yang juga Pengurus BPC HIPMI Pamekasan itu menjelaskan, penulisan sejarah ini dilatarbelakangi oleh kesadaran MR KAHMI Al-Khairat untuk mendokumentasikan perjuangan senior-senior HMI, sehingga ini menjadi ilmu maupun motivasi kepada kader-kader HMI untuk melanjutkan perjuangan senior-seniornya.
Penulisan buku sejarah ini, lanjut Ali Muhsin, berawal dari pelantikan MR KAHMI Al-Khairat pada 2016 lalu, dimana pengurus HMI Al-Khairat melakukan wawancara dalam bentuk video yang kemudian dijadikan film dokumenter.
“Kemudian, video itu dijadikan sumber informasi, sumber data, dan ditulis menjadi buku yang saat ini diluncurkan,” ungkapnya.

Sementara Koordinator Presidum MD KAHMI Pamekasan Afandi sangat mengapresiasi atas diterbitkannya buku “Sejarah HMI Al-Khairat dan Napak tilas ketua umum Lintas Periode”.
Menurutnya, buku ini dapat menjadi tambahan referensi dalam meningkatkan semangat literasi di internal HMI maupun KAHMI.
“Saya berharap, terbitnya buku ini juga menjadi motivasi bagi alumni HMI lainnya untuk juga menulis dan menerbitkan buku sejarah HMI saat berada di komisariat ya masing-masing,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Afandi yang juga Kepala Kemenag Pamekasan tersebut, keutuhan sejarah perjuangan HMI terselamatkan dan menjadi motivasi bagi generasi berikutnya.
“MD KAHMI salut atas inisiasi penerbitan buku ini yang digalakkan oleh MR KAHMI Al-Khairat. Semoga terus menjadi inspirasi,” tandasnya.
Hadir juga dalam acara peluncuran buku itu, Ketua Komisi Informasi Jawa Timur Imadoedin yang juga anggota Presidium KAHMI Pamekasan, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abdullah Saidi dan perwakilan pengurus HMI Komisariat Al-Khairat.
Tentang HMI

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia).
Sebagaimana dilansir wikipedia, sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Oleh karena Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta.
Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya di Ibu kota Yogyakarta mengalami polarisasi antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis pimpinan Syahrir – Amir Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi pimpinan Soekiman – Wali Al-Fatah, PNI pimpinan Ki Sarmidi Mangunsarkoro – Suyono Hadinoto, serta Persatuan Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang. Pihak Partai Sosialis (Pemerintah) menitikberatkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia kepada perjuangan berdiplomasi sementara pihak oposisi berpegang pada perjuangan bersenjata melawan Belanda.
Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar dari mereka adalah pengurus Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta berorientasi kepada Partai Sosialis. Melalui merekalah Partai Sosialis mencoba mendominasi Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealisme tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis dikarenakan Belanda semakin memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan persenjataan modern disertai dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947 Dengan situasi yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu menghadapi Belanda, mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda. Karenanya mereka menolah keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik.
Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, tetapi selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan karena bila membiarkan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga mahasiswa kristen, mahasiswa katolik, serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan.
HMI diprakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I (semester I) Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam (sekarang Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII). Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernapaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya.
Pada tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan “Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres”.
Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, tetapi dia menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut:
1). Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan.
2). Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.
Di antara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang.
Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan:
Bahwa pada Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan; 1). Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia
Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. 2). Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga akan dibuat kemudian.
Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.
Adapun peserta rapat yang berhadir adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali; tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Hadi.
Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut:
Ketua : Lafran Pane
Wakil Ketua : Asmin Nasution
Penulis I : Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)
Penulis II : Karnoto Zarkasyi
Bendahara I : Dahlan Husein
Bendahara II : Maisaroh Hilal
Anggota: Suwali, Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Mansyur.
Hingga 2021 ini, HMI memiliki 20 Badko (Badan Koordinasi) dengan 202 cabang di seluruh Indonesia, serta HMI Cabang Istimewa di Malaysia. Organisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar di Nusantara ini merupakan organisasi independen yang tidak berafiliasi dengan organisasi keagamaan manapun. Anggotanya berasal dari berbagai ormas, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyah dan merupakan miniatur Islam di Indonesia, karena anggota organisasi dari bermacan-macam ormas keagamaan. (Rilis HMI Pamekasan)