PAMEKASAN HEBAT – Potensi ekonomi usaha pertanian tembakau atau tanaman yang dijuluki ‘daun emas’ ini menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi para petani di Madura atau para petani di luar Madura.
Dalam perkembangannya, ada juga sebagian warga Madura yang tinggal di Jawa seperti Probolinggo, Pasuruan dan di sekitar daerah tapal kuda yang mencoba menanam tembakau, sebagaimana dilakukan saudara-saudaranya yang ada di Madura. Hanya saja, harga jualnya memang jauh berbeda.
Tembakau yang ditanam di Jawa dan dijual ke pabrikan rokok disana, jauh lebih murah dibanding tembakau Madura yang dijual kepada pabrikan rokok yang ada di Pulau Madura. Kesenjangan harga tembakau antara di Jawa dengan di Pulau Madura ini, yang menjadi pemicu masuknya tembakau Jawa ke Madura.
Apalagi, realitanya, para pedagang tembakau basah di Madura mencampur tembakau Jawa ini dengan tembakau Madura, sehingga harga tembakau Jawa juga bisa sama dengan tembakau Madura.
Masuknya tembakau Jawa ke Madura ini, bukan tanpa masalah. Sejak banyak tembakau Jawa masuk ke Madura, produksi tembakau melimpah hingga tidak terbeli oleh pihak pabrikan dan selanjutnya menjadi petaka bagi para petani tembakau Madura yang memang menanam tembakau di Madura.
Harga tembakau Madura turun drastis, dan kejadian ini menjadi langkah awal para politikus di Kabupaten Pamekasan untuk membuat Perda yang intinya melarang masukknya tembakau Jawa ke Madura, yakni di Kabupaten Pamekasan.
Komitmen politik legislatif yang kemudian dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) ini diklain mengusung dua missi, yakni misi budaya dan misi ekonomi. Misi budaya, karena tembakau sudah dianggap menjadi bagian dari budaya Madura, sedangkan misi ekonomi, karena masuknya tembakau Jawa telah menyebabkan ekonomi masyarakat petani tembakau terpuruk akibat harga jual tembakau Madura rendah.
Perkembangan Rokok Lokal
Peningkatan produksi tembakau sebagai dampak dari masuknya tembakau Jawa ke Madura memang merugikan kepada petani tembakau yang ada di Pulau Madura, khususnya petani tembakau di Kabupaten Pamekasan.
Namun dibalik itu semua, sebagian warga memanfaatkan momentum itu sebagai peluang membuka usaha rokok tembakau. Banyak warga Pamekasan yang memproduksi rokok lintingan dalam skala terbatas.
Produksi rumahan yang awalnya hanya dikonsumsi secara pribadi ini, lalu berkembang menjadi menjadi jenis usaha bisnis, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama bermunculan pabrik rokok lokal.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Pamekasan mencatat, jumlah perusahaan rokok yang ada di Pamekasan pada tahun 2010 sempat mencapai 250 perusahaan, dan kebanyakan merupakan jenis rokok putih atau rokok tanpa cukai. Hanya sebagian kecil saja yang bercukai.
Para pelaku usaha ini memanfaatkan tembakau warga yang tidak terjual ke pabrikan, karena stok melimpah, bahkan ada sebagian diantaranya yang mendatangkan tembakau dari Jawa, karena harga belinya jauh lebih murah dibanding tembakau Madura.
Meski kebanyakan merupakan perusahaan rokok ilegal, akan tetapi serapan tenaga kerja tinggi. Kala itu, Disperindag Pemkab Pamekasan mencatat, sekitar 12 ribuan orang tersebar sebagai tenaga kerja di berbagai perusahaan rokok yang ada di Pamekasan tersebut.
Puluhan, bahkan ratusan merk rokok baru beredar luas di pasaran dengan harga yang sangat murah, yakni antara Rp2 ribu per bungkus hingga Rp3 ribu, bahkan ada yang hanya dibungkus dengan plastik saja dengan harga Rp1.500 per bungkus.
Sebaran rokok tanpa cukai ini, bukan hanya di Kabupaten Pamekasan saja, akan tetapi juga di tiga kabupaten lain di Pulau Madura, seperti Sampang, Sumenep dan Bangkalan. Hanya saja, jumlahnya lebih sedikit.
Sebagian petani tembakau di Pamekasa menganggap keberadaan rokok lokal ini sebagai jalan tengah dalam mengatasi banyak tembakau Madura yang tidak terserap oleh pabrikan. Mereka berkeyakinan, para pengusaha rokok lokal itulah yang akan membeli tembakau petani, apabila tembakau mereka tidak terbeli oleh pihak pabrikan.
Disamping itu, tidak sedikit warga sekitar yang direkrut menjadi tenaga kerja sebagai pelinting rokok, sehingga kehadiran jenis usaha rokok ini dianggap sebagai penyelamat bagi warga yang memang membutuhkan pekerjaan. Legalitas merukan hal yang kesekian, sehingga masyarakat acuh, apakah jenis usaha rokok yang dijalankan sudah legal atau belum.
Bagi Pemkab Pamekasan, perkembangan usaha rokok ini sejatinya merupakan peluang yang menjanjikan. Selain membantu mengurangi angka pengangguran, disatu kehadiran pabrik rokok lokal ini bisa menjadi penyeimbang dalam hal serapan hasil produksi tembakau yang bermasalah akibat kelebihan produksi.
Namun disisi lain, institusi pemerintah juga tidak bisa membiarkan begitu saja ketentuan legalitas usaha yang memang menjadi prasyarat dalam bisnis rokok. Apalagi, faktanya, memang banyak perusahaan rokok lokal di Pamekasan yang tidak memenuhi standar operasional prosedural (SOP) pendirian usaha rokok, seperti luasan tempat usaha, jaminan tenaga kerja bagi para pekerjanya, serta ketentuan lainnya yang memang telah ditetapkan melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (A1/717/AB/ Bersambung ke-3)