Pesan Moral Keumatan dan Kebangsaan HMI untuk Pemilu 2024

PAMEKASANHimpunan Mahasiswa Islam yang selanjutnya disingkat menjadi HMI merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam tertua di negeri ini. Didirikan pada 5 Februari 1947 atau dua tahun setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane bersama 14 orang mahasiswa lainnya di Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta (sekarang menjadi UII) tersebut, memiliki dua tujuan utama, yakni menyebarluaskan ajaran agama Islam dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dua hal ini yang selanjutnya menjadi tagline di organisasi yang memposisikan sebagai organisasi kader tersebut bahwa kader-kader HMI harus memiliki orientasi dan komitmen kuat sebagai kader umat dan kader bangsa.

Kumatan dan kebangsaan HMI merupakan dua hal menjadi pijakan gerak bahwa sebagai landasan ideologis dalam setiap pendidikan formal di organisasi itu, seperti Latihan Kader tingkat I (LK), baik LK-1, 2, dan 3 hingga senior couse (SC) di organisasi ini. Sebagai kader umat, HMI tentu dituntut agar mampu memosisikan diri di semua unsur, organisasi, dan kelompok pemahaman keagaan yang beragam, karena organisasi ini murni lahir dari kampus, bukan dari dari salah satu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan tertentu. HMI bukan NU, bukan lahir dari ormas Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Hidayatullah, Sarikat Islam (SI) dan organisasi keagamaan lainnya, tapi HMI adalah semuanya.

Tidak heran jika anggota organisasi ini ada yang dari NU, Muhammmadiyah, Persis, Al-Irsyad dan sejumlah organisasi keagamaan lainnya. Tentu saja, perbedaan paham dan sudut pandang keagamaan yang berbeda di kalangan anggota organisasi ini merupakan hal biasa. Diskusi, dan debat tentang perbedaan, memang sering terjadi sebagai pengayaan hazanah keilmuan, akan tetapi tidak sampai terjadi benturan keras. Malah melalui perbedaan yang ada, kader-kader HMI terdidik lebih terbuka, plural dalam pemikiran keislaman dan menghargai perbedaan yang ada. Wajar, jika sejumlah cendikiawan muslim seperti almarhum Noer Cholis Madjid dan Az-Zumardi Azra sering mengistilahkan, bahwa HMI adalah miniatur Islam di Indonesia.

Sebagai kader bangsa, HMI tentu memiliki tanggungjawab moral dalam ikut menata, mengawal, memberikan sumbang saran akan terwujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, taat azas, taat aturan dengan proaktif menjadi penggerak terwujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk ikut berperan aktif dalam menyukses setiap proses yang menjadi pilihan pemerintah dalam sistem bernegara, yakni demokrasi yang salah satunya adalah menentukan calon pemimpin masa depan bangsa ini melalui pemilihan umum (Pemilu).

“Karena itu, menjaga keajegan dan menyukseskan tatanan dalam sistem demokrasi yang salah satunya dalam menentukan pemimpin masa depan bangsa melalui Pemilihan Umum juga menjadi tanggungjawab moral HMI dan KAHMI untuk ikut berperan aktif menyukseskan pelaksanaan pesta demokrasi ini,” kata Koordinator Presidium Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Pamekasan Afandi pada acara pelantikan Pengurus Majelis Rayon (MR) KAHMI, Larangan, Galis, dan Kadur pada 21 Januari 2024.

Bagi HMI dan KAHMI, demikian Afandi, bahwa mengawal suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 sebagai bagian dari upaya merealisasikan misi HMI yang menjadi tujuan awal didirikannya organisasi tersebut yang selanjutnya disebut sebagai kader umat dan kader bangsa.

Sebagai organisasi yang independen, alumni HMI memang tersebar di semua lini, baik di berbagai organisasi keagamaan, partai politik, penyelenggara negara, hingga di berbagai tingkatan pemerintah. “Karena itu, gerakan yang harus kita lakukan pada nilai yang berpijak pada aturan dan ketentuan yang berlaku, bukan pada institusi atau lembaga partai,” kata Afandi.

Mantan Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Pamekasan yang kini menjabat sebagai Kepala Kemenag Blitar, Jawa Timur lebih lanjut mengatakan, peran sebagai kader umat dan bangsa bagi HMI dan KAHMI harus bisa diaktualisasikan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan wadah perjuangan melalui wadah organisasi berbeda atau partai politik berbeda, harus dipahami sebagai bagian empiris dari sabda Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa ‘Perbedaan di antara umatkan adalah rahmat’ yang dalam istilah kebangsaan kita adalah ‘Bhinneka Tunggal Ika’ atau berbeda-beda, akan tetapi satu jua.

Landasan teologisnya adalah sebagaimana tertuang dalam Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI bahwa kebenangan mutlak hanya milik Allah, sedangkan selain itu adalah nisbi atau relatif. Sudut pandang atau cara pandang berbeda, tentu akan melahirkan simpulan akan versi kebenaran yang berbeda pula.

Karena itu, klaim akan kebenaran semestinya dihindari, karena selain Tuhan adalah dalam proses menuju kebenaran kebenaran sejati. Dialog, negosiasi, harmonisasi pemikiran dan penyamaan sudut pandang penting ini dilakukan. Menekan perbedaan dengan mengedepankan persamaan yang didasarkan kepada kesepakatan umum yang telah tertuang dalam ketentuan berlaku, merupakan jalan tengah dalam mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Karena itu, mari kita dukung hajat besar bangsa ini pada 14 Februari 2024 dengan cara proaktif menyukseskan pelaksanaan pesta demokrasi tersebut, tanpa harus mempermasalahkan perbedaan pilihan. Semoga sukses dan barokah… Amien..!

(Tulisan ini disarikan dari sambutan Koordinator Presidium KAHMI Pamekasan Afandi pada kegiatan pengukuan Majelis Rayon KAHMI Kecamatan Larangan, Galis dan Kecamatan Kadur, Pamekasan pada 21 Januari 2024)

Tinggalkan komentar